Jalan Sepi (11)
( Episode : Focus kepada Efisiensi Nasional ).-DDB
Ketika melintasi jalan Toll menuju Bandung, “Pah, Itu apa? kata istri menunjuk kearah jembatan layang yang sedang dibangun di pinggir jalan Toll. “Itu jalur kereta Ringan yang menghububungkan bekasi -Jakarta. “
“Hebat Ya. Kenapa engga dari dulu aja di bangun?
“Dulu kita engga ada uang cukup untuk membangun.”
“Lah emang sekarang Jokowi ada uang banyak?
“Engga juga tapi dia punya cara bagaimana mendapatkan uang untuk membangun.”
“Dari mana aja dia dapat kan uang?
“Pertama, sumber pembiayaan yang berasal dari APBN. Sumber pembiayaan ini biasanya telah dialokasikan pada belanja kementrian dan lembaga yang menggarap insfrastruktur. Untuk porsi pertama ini, Jokowi memberikan porsi yang cukup besar, rata-rata setiap tahun mencapai 18,5 % sampai 19% dari APBN. Selain itu, pembiayaan insfrastruktur juga disalurkan melalui Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus maupun Dana Desa.
Kedua, sumber pembiayaan yang berasal dari penugasan kepada perusahaan BUMN. Presiden tinggal panggil direksi BUMN dan beri penugasan untuk membangun sesuai dengan rencana strategis Pemerintah.
“Darimana duitnya BUMN itu ?
“Tidak dari APBN. BUMN tinggal buat feasibility study dan menarik dana dari bank atau pasar modal. Dan pemerintah hanya memberikan fasilitas siaga dan resiko diluar APBN dengan skema cadangan pemerintah. Sehingga APBN hanya focus kepada tanggung jawab sosial bagi daerah lain yang tingkat komersialnya rendah.
Ketiga, sumber pembiayaan berasal dari kerjasama pemerintah dengan pihak swasta melalui pembiayaan inovatif. Jadi walau APBN tidak cukup membiayai, bukan berarti Jokowi tidak bisa membangun infrastruktur. Ada yang namanya kerja sama antara pemerintah dengan badan usaha. Public Private Partnership namanya. Ini memungkinkan untuk menarik swasta bekerja sama. Skema ini dinilai menguntungkan. Pasalnya, keterlibatan swasta membuat pemerintah tidak perlu banyak mengeluarkan investasi. Proyek infrastruktur publik yang digarap saat ini, porsi keterlibatan anggaran pemerintah masih cukup besar yakni 41,3%. Sedangkan BUMN mengambil porsi 22,2% dan swasta mencapai 36,5%. Pahamkan sayang “
“Paham sih. Semoga Pak Jokowi sehat selalu. Biar kereta cepat juga cepat di bangun. Biar kita bisa ke Bandung lihat cucu kita setiap minggu. Engga capek di jalan. Ingat perjalanan kereta cepat dari Beijing ke Shanghai dan naik kereta Eurostar dari London ke Paris. Nyaman banget“
“Amin. “
***
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, total kebutuhan investasi untuk pembangunan infrastruktur mencapai Rp 5.519 triliun. Dalam 5 tahun, dana yang tersedia dalam APBN diprediksi hanya Rp 1.178 triliun. Dengan demikian ada kekurangan anggaran (gap) sebesar Rp 4.341 triliun. Diharapkan kekurangan anggaran pembangunan insfrastruktur ekonomi itu berasal dari luar APBN membiayainya. Sejak era SBY, pemerintah memperkenalkan skema kerjasama pembangunan infrastruktur dengan melibatkan partisipasi dari pihak swasta yang kemudian dikenal dengan skema KPS (Kerjasama Pemerintah dan Swasta) atau juga dikenal dengan PPP (Public Private Partnership).
“Tapi mengapa tetap saja minat swasta terlibat dalam pembangunan insfrastruktur sangat rendah di Era SBY ? Mengapa? “Tanya Jessica sahabat saya.
“Karena swasta hanya berminat di wilayah jawa yang menguntungkan, di luar itu seperti halnya Sumatera, sulawesi, kalimantan tidak dilirik. “
“Bagaimana solusinya agar Swasta berminat masuk ke bisnis insfrastruktur?
“Di era Jokowi kebijakan smart dilakukan dengan cara sederhana yaitu membuat kebijakan bahwa swasta di jamin tidak rugi dan pasti untung. “
“ Loh kok enak banget? manja sekali swasta.”
“Jangan buru buru melihat dari sisi bisnis tapi lihat dari sisi makro dan dasar kebijakannya. Bahwa proyek insfrastruktur umum sesuai UU dikuasai oleh negara. Dengan demikian baik tarif, perencanaan dan keputusan membangun ada pada pemerintah. Jadi apabila swasta membangun jalan Toll, pembangkit listrik, pelabuhan, PDAM, secara hukum investasi yang di keluarkan swasta tetap milik negara.”
“Jadi apa yang menjadi milik swasta atas investasinya itu?
“Hak konsesi bisnis mengelola proyek itu. Konsesi dibatasi oleh waktu dan harus di kembalikan ke negera setelah jangka watkunya habis. Dari konsesi inilah Swasta menghasilkan pendapatan dari publik berupa tarif. “
“Jadi gimana kongkrit nya?
“Biar gampangnya saya buat analogi begini. Jokowi ingin membangun jalan Toll Padang- Pakan Baru. Karena traffic kendaraan Padang -Pakan baru itu di bawah nilai komersial maka tidak ada swasta yang mau bangun. Katakanlah pembiayaan proyek itu sebesar Rp. 10 triliun. Tingkat IRR (tingkat pengembalian investasi dengan pembanding bunga bank yang berlaku) adalah sebesar 10% atau dua persen diatas bunga bank. Wajar kan kalau swasta minta diatas bunga bank. Karena kalau dibawah bunga bank atau sama dengan bungan bank, tentu swasta lebih memilih menempatkan uangnya di bank daripada investasi yang belum tentu untung. Nah pemerintah menjamin IRR sebesar itu.
“Bagaimana cara menjaminnya?
“Dalam ilmu pembangunan ekonomi dan diperkenalkan oleh world bank adalah menggunakan instrument Viability Gap Fund. “
“Apa yang dimaksud VGF ini?
“Seperti yang saya jelaskan tadi, fungsinya untuk menutupi selisih (gap) IRR yang diminta oleh Swasta. Contoh kalau IRR yang ditetapkan pemerintah untuk proyek Toll Padang-Pakan Baru sebesar 10% sementara nilai IRR proyek yang di hitung berdasarkan detail engineering (DE) adalah 4%, maka selisih sebesar 6% dari IRR yang diminta di tanggung oleh pemerintah.”
“Nah darimana pemerintah dapat uang menanggung selisih ini?
“Tentu dari APBN. Tapi sifat nya off balance sheet atau tidak langsung menjadi beban fiskal APBN.
Dalam hal Toll Padang - Pakanbaru, sumber dana VGF dari pinjaman kepada JICA (Jepang) dalam bentuk collateral. Mengapa jepang? Ya karena mayoritas pemegang merek kendaraan di Indonesia adalah jepang. Dalam skema proyek toll, produsen kendaraan adalah stakeholder pembangunan jalan toll. Artinya semakin bagus jalan, akan semakin mendorong peningkatan pembangunan wilayah dan akan semakin tinggi permintaan kendaraan, yang berujung memberikan keuntungan produsen kendaraan. Tapi jepang tidak memberikan uang secara gratis. Bantuan jepang dalam bentuk collateral yang bisa digunakan pemerintah menarik pinjaman dari financial resource. Tentu karena pinjaman dijamin oleh JICA maka tingkat bunga juga sangat rendah, apalagi jangka panjang.
Setelah pemerintah punya kepastian sumber dana VGF maka proyek toll itu ditenderkan kepada swasta dengan skema PPP. Disini pemerintah punya aturan ketat. Hanya investor swasta dalam dan luar negeri yang dinilai mampu secara financial dan technology yang boleh ikut tender. Investor swasta boleh mengajukan VGF setelah dia dinyatakan sebagai pemenang tender dan proses financial closing sudah selesai. “
“Artinya bagi investor yang modalnya cuma kedekatan dengan penguasa atau elite politik atau disebut makelar kambing ya engga bakalan menang. Pasti kalah.” Katanya tersenyum. Saya mengangguk
“Dalam pencairan VGF pemerintah menerapkan model participation cost construction. Artinya pemerintah membiayai proyek kontruksi sebesar yang memungkinkan IRR proyek layak. Sisanya di tanggung oleh Swasta.”
“Lah darimana negara membayar hutang atas VGF itu?
“Setelah proyek jadi, ekonomi wilayah akan tumbuh dengan sendirinya. Jalan toll secara lambat namun pasti akan menigkat trafficnya dan ini akan mendatangkan laba. Pemerintah akan dapat pajak sebesar 25% dari keuntungan pengelola Toll. Proyek toll setelah jadi akan meningkatkan asset negara dalam bentuk Modal Bruto, yang tentu semakin meningkatkan kemampuan financial negara terhadap pembiayaan proyek dimasa datang. Dengan skema pembiayaan ini maka negara telah berperan besar menciptakan peluang bisnis insfrastruktur di daerah yang nilai komersialnya rendah dan sekaligus memacu pembangunan dengan tingkat resiko fiskal yang NOL.”
” Wow, hebat Jokowi. Itu financial engineering smart.”
” Semua orang bisa melakukannya. Tapi tidak semua orang punya niat baik. Suksesnya financial engineering itu tergantung dari trust yang dimiliki oleh project sponsor. Dalam hal ini reputasi Jokowi sebagai pemimpin sangat tinggi, bukan hanya di Indonesia tapi dunia.”
“Oh Ya. Hebat benar. Apa betul sebegitu tingginya trust Jokowi? “
“Bloomberg dalam laporan tahunannya menampilkan data kinerja 8 pemimpin Asia dan Australia. Data tersebut berkaitan dengan tiga indikator yakni nilai tukar, pertumbuhan ekonomi, dan penerimaan publik. Berdasarkan data tersebut maka semua yang paham statistik dapat menyimpulkan bahwa Jokowi sebagai presiden terbaik 2016 di antara delapan negara Asia - Australia. “
“Apa dasar penilaian Bloomberg?
“Menurut data Bloomberg, Jokowi terbukti mampu menguatkan nilai tukar sebesar 2,41 persen, menjaga pertumbuhan ekonomi 5,02 persen (tahun ke tahun), serta memiliki tingkat penerimaan publik cukup tinggi 69 persen. Semua pemimpin punya rapor merah atas tiga indikator itu namun Jokowi semua hijau. Khusus untuk indikasi penerimaan publik, Bloomberg bekerja sama dengan SMRC melakukan survey dari bulan Juli 2015 sampai Oktober 2016.
“Apakah itu dapat di percaya?Mungkin ada pihak yang meragukan data dan informasi dari Bloomberg.
" Ya. Karena mereka tidak terbiasa membaca data dan informasi yang rumit dan pasti bukan members bloomberg. Mereka terbiasa membaca berita yang sebagian besar bukan karya jurnalistik dan penelitian tapi hanya berisi opini nara sumber dengan data apa adanya dan cara pengolahan data tidak sesuai dengan kaidah keilmuan. Bagi yang sudah biasa dan juga members dari bloomberg maka informasi yang disampaikan bloomberg tidak perlu di ragukan. Karena reputasi dan kredibilitas dalam penyajian data dan informasi, sejak berdiri sampai sekarang selalu tinggi tingkat kepercayaannya. Kalau tidak di percaya ya tidak mungkin orang mau bayar untuk secuil informasi.”
BERSAMBUNG.
Sumber : Jalan Sepi. Untuk Pre Order hubungi Elizar Bandaro Elizar atau Uni Ely Bandaro
Harry Halim
1 Januari pukul 8:47 ·
Pekanbaru - ART: Jl. Rajawali Sakti, Gang Bersama - Panam - HP/WA/ Line: 08127657425